#1 berlabuh di antara duka dan lara.
Pagi itu tatkala matahari bersinar cukup cerah dan kabut yang menjadi variasi sekaligus saksi bahwa hujan tak henti semalaman dan aku yang masih terjaga sampai pagi ini bersama kopi yang kuseduh dan di temani alunan musik indie "Daun jatuh - resah jadi luka".
Minggu 23 Oktober 2022, Mari kita mulai petualangan "Transisi semesta" bersama aku yang masih berlabuh Di antara duka dan lara.
Terdengar menggelitik namun itulah judul yang kuambil untuk memulai tulisan tentang perjalanan hidup seseorang ;aku.
"Disini ku kehilangan jalan bersama angan yang kian memudar, ingin ku berteriak sekencang-kencangnya seraya bertanya mengapa?, Namun apalah daya kau takkan sanggup untuk menjawab karena kau hanyalah gumpalan kabut yang senantiasa mengolok-olok turunnya hujan." —El
Kutipan pertama di buku Transisi semesta yang sebenarnya kutipan tersebut aku dapat di tahun lalu tapi tak apa karena kurasa cocok untuk judul bagian pertama ini.
Hfft, ya hari demi hari pasti ada saja rasa yang membuat tak nyaman, terkecuali jika ku mengingat satu hal yang pasti masalah apapun itu akan terasa hilang walaupun di kemudian hari muncul lagi, tapi apapun dan bagaimanapun seseorang harus tetap bertahan, ingat! Jangan pernah mencaci kehidupan ;walaupun aku sendiri tak jarang melakukannya.
Tapi itu benar, jangan sesekali merasa hidup kita adalah yang paling rumit, paling sakit atau apapun itu sehingga kamu mencaci kehidupan mu sendiri "kenapa sii?", "koq harus gini? dan knapa harus aku?" dan blablabla, karena kamu perlu membuka mata dan lihat, dengar, hirup juga yang paling penting pahami dan rasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, terlepas dari itu "bersyukurlah".
Banyak kisah cerita pahit yang aku rasakan yang mungkin di dalam tulisan ini akan ku rangkum sesuai dengan kenyataan agar menjadi sejarah yang tak terlewatkan ; untuk ku pribadi dan dia/kamu.
Salah satu dan yang paling besarnya adalah tentang rumah, apa itu rumah? Rumah bagiku bukan hanya tempat untuk tidur, makan, pup atau apa saja itu tapi rumah bagiku adalah tempat dimana aku diperhatikan, dipeluk, tempat ku mengadu, bercerita tentang hari ini, esok atau lusa yang pastinya membuat aku aman dan nyaman.
Tapi, ya aku hampir tidak mendapatkannya bahkan sedari aku kecil, aku tak punya rumah, aku tak tahu kemana aku akan pulang dan mengadu, aku benar-benar sakit dan hancur, sulit untuk ku memahaminya sampai-sampai aku dewasa lebih cepat karena keadaan.
——Bersambung / Belum selesai——
Senin sore 24/10/22 aku menyeduh kopi di rooftop tempat ku kini tinggal dan bekerja, berkelana mencari arti dan makna tentang kehidupan dan ku persembahkan coretan ini untuk ku sendiri, kamu atau dia.
"Menyapa semesta tatkala hujan reda dan lalu mencoba membentangkan sayap khayalan untuk terbang membawa lara dan duka yang kan kujatuhkan diantara air hujan yang tersisa berharap ia tumbuh menjadi tawa dan bahagia."
—El/sehabishujan
Baiklah sepertinya kopi ku habis dan aku akan menyambung tulisan ini di lain waktu tepatnya saat pikiran jernih, tenang dan saat kopi ku mulai terisi penuh kembali.
No comments:
Post a Comment